Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah SAW menjelaskan tentang pahala atau ganjaran bagi jamaah haji yang mencapai predikat mabrur. Hadits tersebut menyatakan,
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
"Tidak ada balasan yang pantas bagi haji mabrur kecuali surga." (HR Bukhari)
Predikat mabrur hanyalah hak prerogatif Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Namun, orang yang meraih haji mabrur pasti memiliki ciri-ciri tertentu.
Rasulullah SAW juga pernah memberikan petunjuk atau ciri-ciri bagi orang yang mendapatkan predikat haji mabrur. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, yang berbunyi,
قالوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ؟ قال: "إِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ
"Para sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?' Rasulullah menjawab, 'Memberikan makanan dan menyebarkan kedamaian."
Meskipun hadits ini dikritik sebagai munkar syibhul maudhu' oleh Abu Hatim dalam kitab Ilal ibn Hatim, terdapat riwayat lain yang dinyatakan sebagai marfu' dan memiliki banyak syawahid (sanad-sanad yang menguatkan). Al-Hakim dalam kitab Mustadrak-nya menyatakan hadits ini sebagai sahih isnadnya, walaupun tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Hal ini dikutip oleh Imam Badrudin Al-Aini dalam kitab Umdatul Qari-nya.
Dari kedua hadits di atas, terdapat tiga ciri mabrurnya haji seseorang.
Pertama, ia berbicara dengan kata-kata yang sopan dan baik (thayyibul kalam).
Kedua, ia menyebarkan kedamaian (ifsya'us salam).
Ketiga, ia memiliki kepedulian sosial dengan memberi makan orang yang lapar (ith'amut tha'am).
Dari tiga ciri ini, dapat disimpulkan bahwa predikat mabrur yang diperoleh oleh seseorang yang menjalankan ibadah haji tidak hanya berdampak pada kehidupan individu tersebut, tetapi juga memiliki dampak yang besar secara sosial di lingkungan mereka yang pergi haji. Wallahu a'lam.