Ejaan nama daerah sering kali tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat, tetapi bisa menimbulkan kebingungan di kalangan tertentu. Salah satu contohnya adalah perbedaan ejaan "Sumatera" dan "Sumatra". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima, ejaan resmi yang diakui adalah "Sumatra", tetapi di berbagai dokumen resmi, termasuk kop surat Sekretariat Daerah Pemprov Sumsel, masih digunakan ejaan "Sumatera".
Lalu, mana yang sebenarnya benar? Dan mengapa perbedaan ini terjadi?
Sejarah Ejaan "Sumatra" dan "Sumatera"
Hal ini bisa dijelaskan dengan kaidah epentesis dalam bahasa Indonesia, yaitu penambahan bunyi vokal di tengah kata untuk mempermudah pengucapan. Akibatnya, meskipun KBBI menetapkan "Sumatra" sebagai bentuk baku, ejaan "Sumatera" tetap lebih akrab di telinga masyarakat dan digunakan secara luas, termasuk dalam dokumen resmi.
Masalah Formalitas dan Konsistensi
- Apakah instansi pemerintah wajib menggunakan ejaan sesuai KBBI?
- Apakah penggunaan "Sumatera" merupakan kesalahan, atau justru bagian dari penghormatan terhadap tradisi lokal?
![]() |
Kop surat pemerintah Provinsi Sumatera Selatan |
Bagi sebagian orang, perbedaan ejaan ini bukanlah hal besar. Namun, dalam dunia administrasi publik dan akademik, konsistensi bahasa sangat penting untuk mencerminkan profesionalisme dan kejelasan komunikasi.
Pandangan yang Berbeda
Ada dua sudut pandang utama dalam perdebatan ini:
Kelompok ini berpendapat bahwa sebagai instansi resmi, pemerintah daerah seharusnya menggunakan bahasa yang sesuai dengan pedoman KBBI. Penggunaan "Sumatera" dianggap tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dan dapat menciptakan kesan tidak konsisten dalam dokumen-dokumen resmi.
2. Pendukung Ejaan "Sumatera"
Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa "Sumatera" lebih familiar bagi masyarakat dan telah menjadi bagian dari identitas budaya setempat. Mengubahnya menjadi "Sumatra" dapat dianggap sebagai upaya yang mengabaikan kebiasaan lokal yang sudah mengakar.
Solusi: Haruskah Diseragamkan?
Untuk mengatasi dilema ini, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
- Sosialisasi: Edukasi mengenai ejaan baku "Sumatra" sesuai KBBI perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih memahami aturan yang berlaku.
- Penyelarasan Administrasi: Instansi pemerintah sebaiknya menyesuaikan dokumen resmi agar mengikuti kaidah bahasa yang telah ditetapkan, guna mencegah kebingungan.
- Mengakomodasi Tradisi Lokal: Jika ejaan "Sumatera" dianggap memiliki nilai budaya yang kuat, bisa dipertimbangkan untuk merevisi KBBI agar mengakui kedua ejaan sebagai bentuk variasi resmi.
Kesimpulan
Perbedaan ejaan "Sumatera" dan "Sumatra" bukan sekadar soal huruf, tetapi juga mencerminkan bagaimana sejarah, budaya, dan aturan bahasa saling bersinggungan. Ke depan, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk mencari keseimbangan antara penggunaan bahasa baku dan penghormatan terhadap tradisi lokal.
Bagaimana menurut Anda? Apakah "Sumatera" layak dipertahankan, atau sudah saatnya kita beralih ke "Sumatra"? |*Kosim