 |
Masjid al-Haram, Mekkah Mukarramah (Ghibli version) |
Palembang, HidayatullahSumsel.com - Haji itu ibadah puncak. Bukan cuma soal fisik, tapi juga mental, jiwa, dan ketahanan. Di tanah suci, panas terik, debu beterbangan, dan kerumunan jemaah dari seluruh dunia jadi ujian tersendiri. Belum lagi kalau tubuh tiba-tiba “mogok”. Nah, karena itu, persiapan obat-obatan jadi hal yang tak boleh dilupakan.
Kita coba urai satu per satu, lengkap dengan nama dagangnya, biar jelas dan praktis.
Pertama, obat demam: Paracetamol. Ini wajib hukumnya. Di Mekkah atau Madinah, suhu bisa melonjak 40⁰C lebih. Tubuh yang capek, ditambah perubahan cuaca, gampang bikin demam. Paracetamol itu penutup pintu darurat buat panas dalam. Nama dagangnya? Banyak. Yang paling gampang ditemuin di apotek Indonesia ya Panadol atau Bodrex. Dua-duanya sama-sama ampuh, cuma Panadol mungkin lebih populer di kalangan ibu-ibu. Bawa secukupnya, jangan sampai kebanyakan, nanti dikira pedagang obat di Arafah.
Kedua, obat flu: Loratadine. Flu itu "musuh siluman" di haji. AC di hotel dingin banget, di luar panas membakar. Belum lagi kalau ada jemaah dari negara lain yang batuk-batuk, virusnya gampang nyebar. Loratadine ini penyelamat, bikin hidung meler sama bersin-bersin reda. Nama dagangnya? Claritin paling terkenal. Di Indonesia, bisa juga cari Lorahist. Harganya ramah di kantong, efeknya lumayan cepat. Satu tablet sehari cukup, jangan overdosis, nanti malah ngantuk pas wukuf.
Ketiga, obat batuk: Diphenhydramine. Batuk itu bisa jadi penutup mulut yang bikin malu. Bayangin, lagi khusyuk tawaf, tiba-tiba “uhuk-uhuk” kenceng. Diphenhydramine ini obat klasik, tapi joss. Bikin batuk reda, sekaligus bantu tidur kalau malam-malam susah merem. Nama dagangnya? Benadryl jadi andalan di luar negeri, tapi di sini lebih gampang nemu Histigo atau Ikadryl. Pilih yang sirup kalau suka praktis, tapi tablet juga oke, kecil, gampang dibawa.
Keempat, obat sakit tenggorokan: Permen pelega tenggorokan. Ini bukan obat beneran, tapi penolong darurat. Debu di tanah suci itu ganas, tenggorokan gampang kering dan perih. Permen ini bikin lega seketika, apalagi pas lagi dzikir atau baca talbiyah. Nama dagangnya? Strepsils juaranya. Ada juga Woods yang rasa peppermintnya nendang. Bawa dua bungkus, taruh di saku ihram, biar gampang diambil kapan perlu.
Kelima, obat anti muntah: Metoclopramide. Naik bus dari Mekkah ke Arafah, jalannya mutar-mutar, perut gampang oleng. Atau mungkin makan sesuatu yang nggak cocok, mual datang tiba-tiba. Metoclopramide ini penutup pintu muntah. Nama dagangnya? Primperan paling sering diresepin dokter. Ada juga Vometa, sama bagusnya. Minum setengah jam sebelum perjalanan, insyaAllah perut aman sampai Muzdalifah.
Keenam, obat pereda nyeri: Ibuprofen. Thawaf, sai, lempar jumrah—ituh semua butuh tenaga. Otot pegal, kepala pening, atau sendi ngilu bisa datang kapan aja. Ibuprofen ini penyelamat, nyeri reda, badan enteng lagi. Nama dagangnya? Proris banyak dipake di Indonesia. Kalau mau yang lebih internasional, Advil juga oke. Tapi hati-hati, jangan diminum pas perut kosong, nanti lambungnya protes.
Ketujuh, obat diare: Arang Aktif. Makanan di tanah suci kadang nggak cocok di perut. Arang Aktif ini seperti spons, nyedot racun di usus. Nama dagangnya? Norit paling gampang dicari. Hitam pekat, bentuknya tablet, tapi jangan takut, ini bukan arang beneran. Bawa 10 tablet, cukup buat jaga-jaga.
Kedelapan, obat sembelit: Laktulosa. Kebalikannya diare, sembelit juga musuh jemaah haji. Makanan kurang serat, air kurang diminum, jadilah perut macet. Laktulosa ini pelancar, bikin usus kerja lagi. Nama dagangnya? Laxadine atau Duphalac. Bentuknya sirup, manis sedikit, minum malem, besok pagi insyaAllah lancar. Bawa botol kecil aja, jangan repot bawa yang gede.
Kesembilan, obat lambung: Antasida. Asam lambung naik itu biasa pas haji. Jadwal makan berantakan, ditambah stres fisik, perut gampang perih. Antasida ini penetral, bikin lambung adem lagi. Nama dagangnya? Mylanta atau Promag. Yang kunyah lebih praktis, tinggal gigit pas lagi di tenda Mina. Bawa yang sachet, ringkas, nggak makan tempat.Terakhir, krim pelembab: Petroleum jelly. Kulit kering di tanah suci itu pasti. Panas, AC, dan debu bikin bibir pecah-pecah, tangan kasar. Petroleum jelly ini penutup kelembapan. Nama dagangnya? Vaseline rajanya. Bawa yang tube kecil, oles tipis-tipis, jangan berlebihan, nanti malah lengket pas sujud.
Baca juga: Mengenal Meningitis: Pentingnya Vaksinasi dan Kartu Kuning untuk Jemaah Umroh dan Haji
Nah, itu daftarnya. Sepuluh item ini bukan cuma "wajib", tapi juga penyelamat. Kita tidak bilang haji itu cuma soal fisik, tapi kalau badan sehat, ibadah jadi lebih khusyuk. Bayangkan, pas wukuf di Arafah, semua jemaah fokus doa, tapi kita malah sibuk pegel-pegel atau mual. Rugi, kan? Makanya, persiapan obat ini seperti helm buat naik motor—nggak selalu kepake, tapi pas butuh, nyawa terselamatkan.
Pernah ada cerita teman yang pernah haji. Dia bilang, “bawa obat itu seperti bawa sahabat. Nggak keliatan manfaatnya pas di koper, tapi pas sakit datang, dia jadi pahlawan.” Bener juga. Obat-obatan ini kecil-kecil, tapi efeknya gede. Tapi jangan lupa, bawa secukupnya aja. Di Saudi, aturan bawa obat ketat. Jangan sampai bawa berbotol-botol, nanti disangka apoteker keliling.
Satu lagi, konsultasi dokter sebelum berangkat. Tiap orang beda kebutuhan. Ada yang alergi paracetamol, ada yang nggak cocok sama ibuprofen. Dokter tahu lebih banyak, apalagi kalau punya riwayat penyakit. Jangan main asal bawa, nanti malah jadi bumerang.
Haji itu panggilan. Bukan hanya soal duit atau waktu, tapi juga kesiapan hati dan tubuh. Obat-obatan ini cuma alat bantu, penutup celah biar ibadah lancar. Yang utama tetap doa dan niat. Kita cuma berpesan, siapkan yang kecil-kecil ini, biar yang besar-besar—pahala dan ampunan—bisa kita bawa pulang. Semoga haji mabrur, ya. Aamiin.*| Cah Kulon Kali