Palembang, HidayatullahSumsel.com - Sa’d ibn Abi Waqqas, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang doanya tak pernah ditolak oleh Allah SWT, merupakan figur istimewa dalam sejarah Islam. Ia bukan sekadar nama dalam lembaran kitab-kitab sirah, melainkan simbol dari keimanan yang murni, hati yang bersih, dan hidup yang penuh kesadaran spiritual. Dalam setiap langkah hidupnya, tampak jelas ketundukan total kepada kehendak Allah dan loyalitas tanpa syarat kepada Rasulullah SAW. Sejak usia muda, Sa’d telah menunjukkan kecerdasannya dalam memilih jalan Islam, bahkan ketika mayoritas masyarakat Quraisy masih diliputi kejahiliyahan.
Ia termasuk di antara orang-orang pertama yang memeluk Islam, menjadikan imannya bukan hasil pengaruh massa, melainkan pilihan sadar dari hati yang tercerahkan. Keistimewaan Sa’d bukan hanya karena kedekatannya dengan Nabi, tetapi juga karena keberaniannya di medan perang, kelembutan hatinya dalam kehidupan sehari-hari, dan kekhusyukan doanya yang selalu mustajab. Doa-doanya menjadi senjata yang lebih dahsyat dari pedang, dan Allah SWT mengangkat martabatnya melalui doa-doa yang dikabulkan. Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda tentangnya, “Ya Allah, kabulkanlah doanya jika ia berdoa kepada-Mu.” Ini bukan pujian biasa—ini adalah bentuk pengakuan langit atas kemuliaan seorang hamba yang begitu dekat dengan Tuhannya.
Awal Perjalanan: Iman yang Tumbuh di Tengah Ujian
Sa’d ibn Abi Waqqas lahir di Mekah pada tahun 595, di tengah masyarakat Quraisy yang masih terbenam dalam kemusyrikan. Ia berasal dari klan Banu Zuhrah, sebuah keluarga terhormat, dan memiliki garis keturunan yang dekat dengan Rasulullah SAW melalui ibu Nabi, Aminah, yang juga berasal dari klan yang sama. Pada usia tujuh belas tahun, Sa’d memeluk Islam atas ajakan Abu Bakar, menjadi salah satu dari orang-orang pertama yang menerima cahaya kebenaran. Namun, keputusan itu tidak datang tanpa harga. Ibunya, Hamnah bint Sufyan, menentang keras pilihannya. Dengan penuh amarah, ia bersumpah untuk tidak makan dan minum hingga Sa’d meninggalkan Islam, sebuah ancaman yang berat bagi seorang anak yang mencintai ibunya.
Pada suatu hari yang panas di Mekah, Sa’d berdiri di depan ibunya. Matanya penuh air mata, namun hatinya teguh seperti batu karang. “Ibu, aku tidak akan meninggalkan kebenaran yang telah kukenal,” katanya dengan suara lembut tapi penuh keyakinan. Hamnah menatapnya dengan campuran amarah dan ketakutan kehilangan anaknya. Hari demi hari berlalu, tubuh Hamnah melemah karena kelaparan, tetapi Sa’d tidak goyah. Ia tahu bahwa iman yang ia pegang adalah cahaya yang akan membawanya pada kebenaran abadi. Akhirnya, Hamnah menyerah, dan Sa’d tetap teguh pada keyakinannya, membuktikan bahwa iman sejati mampu menghadapi ujian terberat sekalipun.
Rezeki Halal: Kunci Hubungan dengan Langit
Sa’d ibn Abi Waqqas dikenal sebagai panglima perang yang gagah, pendiri kota Kufah, dan gubernur di masa Khalifah Umar ibn al-Khattab. Namun, kebesarannya tidak hanya terletak pada keberaniannya di medan perang, melainkan pada hubungan batinnya dengan Allah. Rasulullah SAW pernah bersabda kepadanya, “Ya Allah, kabulkanlah doa Sa’d ketika ia berdoa kepada-Mu.” (Sahih al-Bukhari 755). Jaminan ilahi ini menjadi tanda bahwa Sa’d adalah hamba pilihan, seseorang yang doanya selalu didengar oleh langit.
Apa yang membuat doa Sa’d begitu istimewa? Jawabannya terletak pada prinsip hidupnya: Rezeki yang halal. Sa’d pernah berkata, “Demi Allah, aku tidak pernah memasukkan sesuap makanan ke dalam mulutku kecuali aku tahu dari mana asalnya.” (Ibn Katsir). Kalimat itu menjadi pengingat bahwa hubungan dengan Allah tidak hanya terletak pada ibadah formal, tetapi juga pada setiap detail kecil dalam kehidupan sehari-hari.
Pasar Mekah pada masa itu ramai dengan aroma rempah-rempah dan suara tawar-menawar pedagang. Di tengah gemerlap harta dan godaan, Sa’d melangkah dengan tenang, matanya tak mudah terpikat oleh barang-barang haram. Ia memilih jalan yang sulit, memastikan bahwa setiap makanan yang ia konsumsi, setiap pakaian yang ia kenakan, dan setiap harta yang ia miliki berasal dari sumber yang bersih. Ia paham bahwa satu suapan makanan haram bisa menutup pintu langit baginya, membuat doanya tak lagi didengar. Kehidupan Sa’d menjadi cermin dari kesadaran bahwa kebersihan hati dan rezeki adalah kunci untuk mendekat pada Allah.
Kekuatan Doa: Bukti Kebenaran yang Nyata
Salah satu kisah paling mengesankan tentang Sa’d terjadi ketika ia menjabat sebagai gubernur. Saat itu, seseorang menyebarkan fitnah tentangnya, sebuah kebohongan yang bisa menghancurkan nama baiknya sebagai pemimpin. Fitnah itu bagaikan angin kencang yang mengguncang pohon, tetapi Sa’d tetap tegak. Ia tidak membalas dengan kemarahan atau pedang. Dengan penuh tawakal, ia mengangkat tangannya ke langit dan berdoa, “Ya Allah, jika orang ini berbohong, butakan matanya, panjangkan umurnya, dan hadapkan ia pada berbagai cobaan.” (Sahih al-Bukhari 755).
Bertahun-tahun kemudian, orang yang memfitnah Sa’d terlihat di jalanan, buta dan meminta-minta. Dengan nada penuh penyesalan, ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Aku terkena doa Sa’d.” Pemandangan itu terbayang jelas: seorang lelaki tua, matanya kosong, tangannya meraba-raba mencari sesuatu yang bisa menopang hidupnya, sementara di dalam hatinya ia tahu bahwa apa yang menimpanya adalah akibat dari kebohongan yang pernah ia ucapkan. Doa Sa’d adalah kekuatan yang mampu mengubah takdir, sebuah bukti bahwa Allah selalu membela hamba-Nya yang jujur.
Hadis Rasulullah: Cermin Kehidupan
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Seseorang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, tubuhnya penuh debu, ia mengangkat tangannya ke langit sambil berkata, ‘Ya Tuhanku! Ya Tuhanku!’ Namun makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dengan yang haram, lalu bagaimana doanya bisa dikabulkan?” (Sahih Muslim 1015). Hadis ini menjadi cermin yang memaksa untuk melihat ke dalam diri, memeriksa apakah kehidupan yang dijalani benar-benar bersih.
Sa’d ibn Abi Waqqas adalah perwujudan dari hadis ini. Ia menjaga hati dan rezekinya dengan penuh kesadaran, sehingga doanya menjadi jembatan langsung antara dirinya dan Allah. Di zaman modern ini, di mana godaan untuk mendapatkan rezeki dengan cara haram begitu besar, kisah Sa’d menjadi pengingat. Kota-kota besar dipenuhi gedung-gedung tinggi dan lampu-lampu gemerlap, tetapi di tengah itu semua, banyak orang melupakan kehalalan. Mereka mengejar harta dan kekuasaan tanpa peduli dari mana asalnya. Namun, Sa’d mengajarkan bahwa keberkahan sejati hanya datang dari Rezeki yang halal.
Hidup dengan Kesadaran: Teladan Sa’d
Jendela kayu tua, dinding tanah liat yang retak, dan batu-batu yang berserakan di bawahnya seolah berbicara tentang dunia yang fana. Namun, di tengah kerapuhan itu, ada kekuatan abadi: iman, doa, dan kehidupan yang bersih. Sa’d ibn Abi Waqqas adalah simbol dari kekuatan itu. Ia hidup di masa yang penuh dengan tantangan, tetapi ia memilih untuk tetap lurus, menjaga hatinya, rezekinya, dan hubungannya dengan Allah.
Di zaman ini, di mana kecurangan merajalela dan kehalalan sering diabaikan, teladan Sa’d menjadi panggilan untuk hidup dengan kesadaran. Setiap suapan yang masuk ke mulut, setiap harta yang dibelanjakan, dan setiap langkah yang diambil harus diperiksa dengan teliti. Hubungan dengan Allah tidak hanya terletak pada sholat atau puasa, tetapi pada setiap detail kecil dalam kehidupan. Kisah Sa’d ibn Abi Waqqas adalah undangan untuk menjaga kebersihan hati dan rezeki, untuk berdoa dengan keyakinan bahwa Allah mendengar. Seperti jendela tua itu, hidup ini mungkin rapuh, tetapi dengan iman yang kuat, kekuatan abadi dapat ditemukan di dalamnya. *|